Selasa, 28 Oktober 2014

Ukuran Filsafat

Refleksi dari perkuliahan Filsafat Ilmu oleh Prof. Marsigit
Program Studi Pendidikan Matematika S2 Kelas D
Jum'at  24 Oktober 2014, jam 10.00-11.40 WIB
di Ruang 100B Gedung Utara Pascasarjana UNY

Ukuran Filsafat
 
Filsafat itu terukurnya adalah fikiran para filsuf. Kalau fikiran para filsuf diukur dari sisi spirituais, maka tidak akan kena. karena sensitifitas terhadap ruang dan waktu. sama juga dengan pikiran anda yang dewasa dan bergaul dengan anak murid anda yang masih smp atau SD. maka kita perlu turun gunung ke dunianya anak smp. itu keterukurannya. maka tiadalah orang dikatakan berfilsafat kalau tidak mengacu pada pikiran para filsuf.  

kalau anda masih tetap bersikukuh mempertahankan gagasan-gaagasan yang statusnya prular maka terancam anda tidak memperoleh apa-apa. agar ikhlas maka ego kita harus diluruhkan.

berfilsafat itu tidak harus dimulai dari ledakan bom nuklir. kejar-kejaran antar cicak di dinding itu awalnya. itu maksudnya. ada daun jatuh ke bumi, itu awalnya. nda perlu terlalu jauh. kecil sekali saja. awalnya dari yang ada dan yang mungkin ada. dari bolpoint kita bisa membangun dunia. jika kau ingin membangun dunia maka tengoklah pada pikiranmu masing-masing. jadi mulai dari hal yang sangat sepele sekali. ini awalnya berfilsafat.

Jumat, 17 Oktober 2014

Pendekatan Saintifik Mereduksi nilai-nilai Spiritual

Refleksi dari perkuliahan Filsafat Ilmu oleh Prof. Marsigit
Program Studi Pendidikan Matematika S2 Kelas D
Jum'at  17 Oktober 2014, jam 10.00-11.40 WIB
di Ruang 100B Gedung Utara Pascasarjana UNY


 Pendekatan Saintifik Mereduksi nilai-nilai Spiritual


Ditinjau dari kerangka umum, jikalau metode saintifik itu memang dari paradigmanya kaum positivisme yang dipelopori oleh Aguste Comte, dimana dia meletakkan spiritualitas ada di bawah, itu masalahnya. Aguste Comte mempunyai paradigma untuk menggapai masyarakat, atau membangun masyarakat, maka harus mempunyai jiwa positif. Jiwa positif itulah yang dimaksud dengan saintifik. Jadi untuk mengeksplor dunia dan kelengkapannya ini yang tiada batas, hasilnya pun tiada batas. Kalau saintifik asalnya dari situ jelas bahwa posisi spiritualitas itu sudah terpinggirkan sejak zamannya Aguste Comte. Otomatis tidak hanya mengurangi atau mereduksi, tetapi juga bermasalah. Jadi genderang perangnya saintifik terhadap spiritual itu sudah dimulai sejak dua abad lalu, sejak zamannya Aguste Comte, hanya masalahnya seberapa jauh kita menyadarinya.

Kalau menurut orang barat, bijaknya orang-orang barat adalah berilmu, itulah metode saintifik.

Sabtu, 11 Oktober 2014

Filsafat itu dirimu sendiri

Refleksi dari perkuliahan Filsafat Ilmu oleh Prof. Marsigit
Program Studi Pendidikan Matematika S2 Kelas D
Jum'at  10 Oktober 2014, jam 10.00-11.40 WIB
di Ruang 100B Gedung Utara Pascasarjana UNY


Filsafat itu dirimu sendiri



Berfilsafat, mencoba melihat apa yang tidak tampak dari yang tampak. Misalnya melihat sifat, apakah suatu sikap itu tetap atau berubah.
Kita di dalam kancah kehidupan kontemporer sepertinya hanya seekor ikan yang ada di laut. Di tengah-tengah lautan kehidupan. Kita belajar filsafat artinya ikan itu cerdas. Mamiliki sensor untuk menganalisis apakah air itu sehat atau tidak. Semata-mata demi kehidupan dan kebahagiaan dia. Hidup di dunia ataupun di akhirat.
Semua yang ada di dunia berpasangan. Termasuk sifat. Maka bisa diidentifikasi yang chemistri, sebangsa dan se tanah air. Jilbab itu sebangsa dengan wanita, sarung itu identik dengan kenduri. Anting-anting sebangsa dengan wanita, maka ketika ada seorang laki-laki memakai anting-anting akan menimbulkan pertanyaan. Ia akan terbebas dari beban pertanyaan itu apabila bisa menjelaskan. Itulah filsafat.
Yang chemistri dengan yang tetap itu misalnya, di dalam pikiran. Yang chemistri dengan yang berubah misalnya, di luar pikiran. Yang di dalam pikiran itu muncul pemikiran Plato kemudian dikenal dengan idealisme, dan yang di luar pikiran muncullah pemikiran Aristoteles yang kemudian dikenal dengan realisme. Dengan bermacam-macam bentuknya.
Sekedar sopan dan santun terhadap ruang dan waktu inti dari meruat diri sendiri. Jalankanlah filsafat anda. Aku tidak sama dengan aku, karena belum selesai aku menunjuk diriku, aku sudah berubah dari aku yang tadi menjadi aku yang sekarang. Aku sama dengan aku hanya berlaku di dalam pengandaian, di dalam pikiran, dan di akhirat.
Matematika itu hanya benar ketika ia ada di dalam pikiranmu, ketika engkau tulis salahlah ia.
Subyek adalah dewanya seluruh predikatnya. Predikatnya adalah sifat-sifat yang berlaku pada subyeknya tersebut.
Filsafat itu olah pikir. Menurut imanuel kant ilmu itu bersifat sintetik apriori. Artinya bisa memikirkan sebelum melihat.
Hakikat ilmu adalah tersembunyi. Salah satu cara adalah berbakti kepada orang tua. Dalam pewayangan ada orang tampan yang tugasnya mencari ilmu, ialah Harjuna.
Dewa sebagai contoh kebaikan dan menciptakan kebaikan-kebaikan.
Dengan berfilsafat kita dapat menyukuri ciptaan-ciptaan Tuhan. Sehingga kategori menjadi sangat penting, maka lahirlah rasionalisme dan logika, logika kemudian digunakan untuk menterjemahkan pikiran.
Menurut Aguste Comte, filsafat itu tidak penting, lebih penting tindakan. Siapa saja yang kental dengan spiritualismenya, tanda ia terbelakang, menurut Comte. Dari situ lahirlah metode saintifik. Para spiritialis tidak menyadari bahwa spiritualisnya terkikis.
Tiadalah ilmu kalau tidak diatas pengalaman.