Sabtu, 11 Oktober 2014

Filsafat itu dirimu sendiri

Refleksi dari perkuliahan Filsafat Ilmu oleh Prof. Marsigit
Program Studi Pendidikan Matematika S2 Kelas D
Jum'at  10 Oktober 2014, jam 10.00-11.40 WIB
di Ruang 100B Gedung Utara Pascasarjana UNY


Filsafat itu dirimu sendiri



Berfilsafat, mencoba melihat apa yang tidak tampak dari yang tampak. Misalnya melihat sifat, apakah suatu sikap itu tetap atau berubah.
Kita di dalam kancah kehidupan kontemporer sepertinya hanya seekor ikan yang ada di laut. Di tengah-tengah lautan kehidupan. Kita belajar filsafat artinya ikan itu cerdas. Mamiliki sensor untuk menganalisis apakah air itu sehat atau tidak. Semata-mata demi kehidupan dan kebahagiaan dia. Hidup di dunia ataupun di akhirat.
Semua yang ada di dunia berpasangan. Termasuk sifat. Maka bisa diidentifikasi yang chemistri, sebangsa dan se tanah air. Jilbab itu sebangsa dengan wanita, sarung itu identik dengan kenduri. Anting-anting sebangsa dengan wanita, maka ketika ada seorang laki-laki memakai anting-anting akan menimbulkan pertanyaan. Ia akan terbebas dari beban pertanyaan itu apabila bisa menjelaskan. Itulah filsafat.
Yang chemistri dengan yang tetap itu misalnya, di dalam pikiran. Yang chemistri dengan yang berubah misalnya, di luar pikiran. Yang di dalam pikiran itu muncul pemikiran Plato kemudian dikenal dengan idealisme, dan yang di luar pikiran muncullah pemikiran Aristoteles yang kemudian dikenal dengan realisme. Dengan bermacam-macam bentuknya.
Sekedar sopan dan santun terhadap ruang dan waktu inti dari meruat diri sendiri. Jalankanlah filsafat anda. Aku tidak sama dengan aku, karena belum selesai aku menunjuk diriku, aku sudah berubah dari aku yang tadi menjadi aku yang sekarang. Aku sama dengan aku hanya berlaku di dalam pengandaian, di dalam pikiran, dan di akhirat.
Matematika itu hanya benar ketika ia ada di dalam pikiranmu, ketika engkau tulis salahlah ia.
Subyek adalah dewanya seluruh predikatnya. Predikatnya adalah sifat-sifat yang berlaku pada subyeknya tersebut.
Filsafat itu olah pikir. Menurut imanuel kant ilmu itu bersifat sintetik apriori. Artinya bisa memikirkan sebelum melihat.
Hakikat ilmu adalah tersembunyi. Salah satu cara adalah berbakti kepada orang tua. Dalam pewayangan ada orang tampan yang tugasnya mencari ilmu, ialah Harjuna.
Dewa sebagai contoh kebaikan dan menciptakan kebaikan-kebaikan.
Dengan berfilsafat kita dapat menyukuri ciptaan-ciptaan Tuhan. Sehingga kategori menjadi sangat penting, maka lahirlah rasionalisme dan logika, logika kemudian digunakan untuk menterjemahkan pikiran.
Menurut Aguste Comte, filsafat itu tidak penting, lebih penting tindakan. Siapa saja yang kental dengan spiritualismenya, tanda ia terbelakang, menurut Comte. Dari situ lahirlah metode saintifik. Para spiritialis tidak menyadari bahwa spiritualisnya terkikis.
Tiadalah ilmu kalau tidak diatas pengalaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar